https://sculpture56.com/

sculpture56.com – Fenomena ekuinoks, ketika Matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, akan terjadi pada Minggu, 22 September 2024. Ekuinoks ini terjadi dua kali dalam setahun, menyebabkan durasi siang dan malam hampir sama di Belahan Bumi Selatan dan Utara.

Nama fenomena ini berasal dari bahasa Latin “aequus” (sama) dan “nox” (malam). Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang ekuinoks.

Jadwal Ekuinoks 2024: Pada tahun 2024, ekuinoks musim semi akan terjadi pada pukul 23:06 EDT tanggal 19 Maret (11:06 WIB tanggal 20 Maret) di Belahan Bumi Utara. Sementara itu, ekuinoks musim gugur akan terjadi pada pukul 08:43 EDT (20:43 UTC) pada 22 September 2024.

Gerak semu Matahari: Bumi mengorbit Matahari dengan kemiringan sekitar 23,5 derajat, membuat bagian yang berbeda dari planet kita menerima lebih banyak atau lebih sedikit radiasi Matahari sepanjang tahun. Matahari tampak bergerak ke utara selama setengah tahun dan ke selatan selama setengah tahun berikutnya.

Panjang hari yang hampir sama: Sekitar bulan Juli, Belahan Bumi Utara mengalami periode siang hari yang lebih panjang, sedangkan Belahan Bumi Selatan mengalami periode siang hari yang lebih pendek. Sebaliknya, sekitar bulan Desember, yang terjadi adalah sebaliknya. Namun, dua kali dalam setahun, pada Maret dan September, kemiringan planet kita selaras dengan orbitnya mengelilingi Matahari, dan Bumi tidak terlihat miring terhadap Matahari. Pada waktu-waktu ini, Matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa dan kedua belahan Bumi mengalami waktu siang dan malam yang sama.

Namun, siang dan malam tidak sepenuhnya sama selama ekuinoks, meskipun sangat dekat. Selama ekuinoks, Bumi mendapatkan beberapa menit lebih banyak cahaya. Hal ini karena Matahari terbit terjadi ketika ujung Matahari berada di atas cakrawala, dan Matahari terbenam didefinisikan sebagai momen ketika ujung Matahari yang lain menghilang di bawah cakrawala. Karena Matahari adalah sebuah piringan dan bukan sumber cahaya titik, Bumi akan melihat beberapa menit cahaya ekstra selama ekuinoks.

Jadwal yang tidak selalu sama: Ekuinoks tidak selalu terjadi pada 19 Maret dan 22 September, tetapi terkadang pada 20 Maret dan 23 September. Hal ini dikarenakan satu tahun Bumi tidak tepat 365 hari. Ada seperempat hari ekstra (6 jam) yang terakumulasi setiap tahun, menyebabkan tanggal ekuinoks bergeser.

Orientasi planet Bumi terhadap Matahari juga terus bergeser, sehingga mengubah waktu ekuinoks.

Awal musim semi dan musim gugur: Ekuinoks menandai awal musim semi atau musim gugur secara astronomis, tergantung pada belahan bumi. Namun, awal meteorologis dari musim-musim ini adalah 1 Maret dan 1 September.

Di Belahan Bumi Utara, ekuinoks Maret menandai awal musim semi, dan disebut sebagai ekuinoks musim semi atau musim semi (vernal berasal dari istilah Latin “ver” yang berarti musim semi). Pada saat yang sama, Belahan Bumi Selatan bergeser ke musim gugur.

Kebalikannya terjadi pada bulan September, ketika belahan bumi utara memasuki musim gugur yang lebih dingin dan belahan bumi selatan memasuki musim semi.

Bagian tradisi: Orang-orang telah melacak pergerakan Matahari selama ribuan tahun, dan sering kali memasukan ekuinoks ke dalam tradisi budaya dan agama. Bagi banyak peradaban kuno, perubahan Matahari ini tidak hanya menentukan awal musim, tetapi juga kapan harus menanam dan memanen hasil bumi.

Di Jepang, kedua ekuinoks merupakan hari libur nasional yang secara tradisional diakui sebagai hari untuk mengenang dan memuja leluhur dan orang-orang terkasih yang telah meninggal.

Ada juga banyak monumen kuno yang menandai ekuinoks. Misalnya, selama ekuinoks di kompleks kuil Hindu Angkor Wat di Kamboja, Matahari terbit tepat di atas kuil utamanya. Kompleks yang dibangun antara tahun 1113 dan 1150 Masehi ini merupakan monumen religius terbesar di dunia.

Ekuinoks di Indonesia: Saat perjalanannya menuju ekuinoks, Matahari akan membuat Hari Tanpa Bayangan atau Kulminasi Utama. Pada waktu tersebut, posisi Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat, sehingga menyebabkan hari tanpa bayangan.

Dikarenakan posisi Indonesia yang berada di khatulistiwa, maka fenomena Hari Tanpa Bayangan akan berdekatan dengan waktu ekuinoks. Menurut data BMKG, di kota Jakarta fenomena ini terjadi pada 4 Maret 2024, yang kulminasi utamanya terjadi pada pukul 12.04 WIB. Fenomena ini juga akan terjadi pada 8 Oktober 2024, yang kulminasi utamanya terjadi pada pukul 11.40 WIB.

Di kota lain, fenomena ini akan terjadi sesuai dengan koordinatnya masing-masing.

By admin