sculpture56.com – Kasus pengusiran seorang siswa hafiz Quran di salah satu sekolah menengah di Indonesia menuai perhatian publik. Siswa bernama Ahmad (16), yang telah menghafal 15 juz Al-Quran, dipaksa meninggalkan sekolahnya karena menunggak pembayaran SPP selama beberapa bulan. Kejadian ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan netizen.
Kronologi Kejadian
Menurut penuturan keluarga Ahmad, kesulitan membayar SPP terjadi setelah ayahnya kehilangan pekerjaan sebagai buruh harian. Meski begitu, keluarga tetap berusaha memenuhi kewajibannya dengan mencicil pembayaran. Namun, pihak sekolah tetap bersikukuh menuntut pelunasan penuh dalam waktu dekat.
“Saya sudah mencoba meminta keringanan atau penjadwalan ulang pembayaran, tapi pihak sekolah tidak memberi solusi. Ahmad malah disuruh pulang sampai kami bisa membayar semuanya,” ungkap ibu Ahmad dengan nada sedih.
Respon Publik
Berita ini segera menjadi viral di media sosial. Banyak netizen menyayangkan tindakan sekolah yang dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan. “Seharusnya pendidikan adalah hak semua anak, apalagi Ahmad seorang hafiz Quran yang bisa menjadi kebanggaan sekolah,” tulis salah satu pengguna media sosial.
Beberapa tokoh masyarakat juga ikut angkat bicara. Salah satunya, seorang ustaz terkenal, menyebut tindakan ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mendorong umat untuk memuliakan penghafal Quran.
Pihak Sekolah Memberi Penjelasan
Saat dikonfirmasi, pihak sekolah berdalih bahwa keputusan tersebut diambil karena aturan internal yang mewajibkan siswa melunasi biaya pendidikan tepat waktu. “Kami memahami kondisi Ahmad, tetapi kami juga harus mempertahankan operasional sekolah,” ujar perwakilan sekolah.
Namun, alasan tersebut tidak meredakan kritik publik. Banyak yang mempertanyakan prioritas sekolah, terutama dalam memperlakukan siswa dengan prestasi keagamaan seperti Ahmad.
Dukungan dari Masyarakat
Setelah kasus ini mencuat, bantuan mulai mengalir dari berbagai pihak. Beberapa donatur telah menawarkan untuk melunasi tunggakan SPP Ahmad. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan Islam memberikan beasiswa kepada Ahmad untuk melanjutkan studinya.
“Saya terharu melihat begitu banyak yang peduli pada Ahmad. Semoga ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk mengutamakan kemanusiaan dalam pendidikan,” ujar ibu Ahmad.
Pentingnya Solusi Berbasis Empati
Kasus ini menyoroti perlunya solusi berbasis empati dalam dunia pendidikan. Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat belajar akademis, tetapi juga tempat membangun karakter dan rasa kemanusiaan.
Peristiwa ini diharapkan menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah hak fundamental bagi semua anak, tanpa terkecuali. Dukungan masyarakat yang besar kepada Ahmad membuktikan bahwa masih banyak orang yang peduli terhadap masa depan generasi muda.